Sabtu, 28 November 2009

Menjual Sisir pada Biksu















Ada sebuah perusahaan "pembuat sisir" yang ingin mengembangkan bisnisnya, sehingga management ingin merekrut seorang sales manager yang baru. Perusahaan itu memasang IKLAN pada surat kabar. Tiap hari banyak orang yang datang mengikuti wawancara yang diadakan ... jika ditotal jumlahnya hampir seratus orang hanya dalam beberapa hari.

Kini, perusahaan itu menghadapi masalah untuk menemukan calon yang tepat di posisi tersebut. Sehingga si pewawancara membuat sebuah tugas yang sangat sulit untuk setiap orang yang akan mengikuti wawancara terakhir.

Tugasnya adalah : Menjual sisir pada para biksu di wihara. Hanya ada 3 calon yang bertahan untuk mencoba tantangan di wawancara terakhir ini. (Mr. A, Mr. B, Mr. C). Pimpinan pewawancara memberi tugas :
"Sekarang saya ingin anda bertiga menjual sisir dari kayu ini kepada para biksu di wihara. Anda semua hanya diberi waktu 10 hari dan harus kembali untuk memberikan laporan setelah itu."

Setelah 10 hari, mereka memberikan laporan.
Pimpinan pewawancara bertanya pada Mr. A : "Berapa banyak yang sudah anda jual?". Mr. A menjawab: "Hanya SATU." Si pewawancara bertanya lagi : "Bagaimana caranya anda menjual?". Mr. A menjawab: "Para biksu di wihara itu marah-marah saat saya menunjukkan sisir pada mereka. Tapi saat saya berjalan menuruni bukit, saya berjumpa dengan seorang biksu muda - dan dia membeli sisir itu untuk menggaruk kepalanya yang ketombean."

Pimpinan pewawancara bertanya pada Mr. B : "Berapa banyak yang sudah anda jual?". Mr. B menjawab : "SEPULUH buah." "Saya pergi ke sebuah wihara dan memperhatikan banyak peziarah yang rambutnya acak-acakan karena angin kencang yang bertiup di luar wihara. Biksu di dalam wihara itu mendengar saran saya dan membeli 10 sisir untuk para peziarah agar mereka menunjukkan rasa hormat pada patung sang Budha."

Kemudian, Pimpinan pewawancara bertanya pada Mr. C : "Bagaimana dengan anda?". Mr. C menjawab: "SERIBU buah!". Si pewawancara dan dua orang pelamar yang lain terheran-heran. Si pewawancara bertanya : "Bagaimana anda bisa melakukan hal itu?". Mr. C menjawab: "Saya pergi ke sebuah wihara terkenal. Setelah melakukan pengamatan beberapa hari, saya menemukan bahwa banyak turis yang datang berkunjung ke sana. Kemudian saya berkata pada biksu pimpinan wihara, 'Sifu, saya melihat banyak peziarah yang datang ke sini. Jika sifu bisa memberi mereka sebuah cindera mata, maka itu akan lebih menggembirakan hati mereka.' Saya bilang padanya bahwa saya punya banyak sisir dan memintanya untuk membubuhkan tanda tangan pada setiap sisir sebagai sebuah hadiah bagi para peziarah di wihara itu. Biksu pimpinan wihara itu sangat senang dan langsung memesan 1,000 buah sisir!"

MORAL DARI CERITA

Universitas Harvard telah melakukan riset, dengan hasil :
1) 85% kesuskesan itu adalah karena SIKAP dan 15% adalah karena kemampuan.
2) SIKAP itu lebih penting dari kepandaian, keahlian khusus dan keberuntungan.

Dengan kata lain, pengetahuan profesional hanya menyumbang 15% dari sebuah kesuksesan seseorang dan 85% adalah pemberdayaan diri, hubungan social dan adaptasi. Kesuksesan dan kegagalan bergantung pada bagaimana sikap kita menghadapi masalah.

Dalai Lama biasa berkata : "Jika anda hanya punya sebuah pelayaran yang lancar dalam hidup, maka anda akan lemah. Lingkungan yang keras membantu untuk membentuk pribadi anda, sehingga anda memiliki nyali untuk menyelesaikan semua masalah."

"Anda mungkin bertanya mengapa kita selalu berpegah teguh pada harapan. Ini karena harapan adalah : hal yang membuat kita bisa terus melangkah dengan mantap, berdiri teguh - dimana pengharapan hanyalah sebuah awal. Sedangkan segala sesuatu yang tidak diharapkan .... adalah hal yang akan mengubah hidup kita." (Meredith Grey, Grey's Anatomy - Season 3)

Ingatlah, saat keadaan ekonomi baik, banyak orang jatuh bangkrut. Tapi saat keadaan ekonomi buruk, banyak jutawan baru yang bermunculan. Jadi, dengan sepenuh hati terapkanlah SIKAP kerja yang benar; 85% kesuksesan 'sudah' di tangan anda.

Semoga sukses !. (from milist)

Senin, 16 November 2009

Sekolah Pertama (2)



















Saya kira kita perlu membuat pola solusi dengan dua bentuk ; solusi strategis dan solusi teknis.

Ini mengantar kita untuk mencoba mengajukan pertanyaan ; institusi apa saja yang sebenarnya terlibat dalam proses pendidikan ?

Kita akan bertemu dengan institusi : keluarga, sekolah, masyarakat, organisasi, media masa, dan lingkungan kerja.

Pada usia pendidikan dasar dan menengah, antara usia 0 sampai 18 tahun, sebenarnya institusi keluarga dan sekolah yang sangat dominan dalam proses pendidikan anak. Ini jika dominasi itu diukur dari segi prosentase penggunaan waktu pada masing-masing institusi.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya anak-anak kita hanya menghabiskan 14% waktunya disekolah dan manghabiskan 86% sisanya dirumah. Angka ini tentu saja tidak absolut. Sebab dua institusi lain, yaitu organisasi dan media massa, masing-masing terjadi dirumah dan di sekolah. Misalnya, orang bisa membaca majalah atau koran dan menonton film dibioskop. Atau seorang anak menjadi anggota club olahraga, kesenian, kelompok belajar atau geng tertentu.

Sementara lingkungan kerja belum efektif dalam usia tersebut, sedang lingkungan masyarakat biasanya masih berskala kecil karena keterbatasan ruang lingkup pergaulan anak. Jadi, lingkungan keluarga masih tetap dominan dibanding institusi lainnya. Saya tidak ingin menafikan peran pendidikan formal dengan perbandingan ini. Tapi saya terutama ingin menggambarkan bahwa ada banyak yang bisa kita lakukan di tengah semua keterbatasan kita. Yaitu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran dirumah kita. Walaupun begitu, saya tetap ingin menegaskan bahwa solusi strategis ada pada peningkatan efektifitas peran pendidikan dari semua institusi pendidikan yang telah saya sebutkan. Saya menamakannya JARINGAN PENDIDIKAN.


Baiklah, kita kembali ke rumah kita dan mencoba melihat seperti apakah suasana pembelajaran itu berlangsung.

Pendidikan dalam definisinya yang paling esensial dan sederhana adalah membentuk manusia. Dalam proses pembentukan manusia, pembelajaran merupakan proses menyerap kebenaran, kebaikan dan keindahan secara sadar dan terus menerus. Dalam definisi inilah maka proses pembelajaran menjadi wajib bagi seorang muslim dan muslimah sejak dari buaian sampai liang lahat.

Disini sebenarnya Islam mengajarkan teori : belajar sepanjang hidup. Tidak ada kata berhenti dalam belajar dan usia manusia tidak boleh dijadikan stasiun yang memisahkan antara belajar dan tidak belajar.

Jabaran lebih jauhnya adalah bahwa kita harus memindahkan suasana sekolah dan perguruan tinggi kedalam rumah kita.

Di dalam rumah kita harus ada tradisi berpikir sehat, serius dan metodologis, harus ada tradisi membaca yang intens dan kontinyu, harus ada tradisi diskusi dan dialog yang terbuka dan intens, Harus ada apresiasi yang terarah terhadap semua karya seni dan bentuk-bentuk keindahan.

Semua anggota keluarga harus menikmati proses pembelajaran itu ; dari ayah, ibu, anak, keluarga lain sampai pembantu. Tapi pada awal dan akhir dari proses pembelajaran itu haruslah selalu terbingkai dalam suasana dan makna ibadah. Tidak boleh hanya suasana spiritual yang dominan, atau hanya suasana ilmiah yang dominan.

Jadi dirumah harus ada masjid dan perguruan tinggi. Anak yang tumbuh dalam suasana itu akan cinta belajar seumur hidup dan akan melihat sekolah sebagai lembaga yang berfungsi sama dengan rumahnya.

Masalahnya adalah, sebagai orang tua, lebih sering mana anak Anda melihat Anda : sedang makan, sedang pergi kemasjid, sedang menonton televisi, atau sedang membaca ?

Sebab ada rumah yang bersuasana restoran, atau masjid, atau pasar, atau binatu, atau perguruan tinggi ?

PILIH YANG MANA ??

(disarikan dari uraian Ust. Anis Matta, Lc.)

Sabtu, 14 November 2009

Kerudung



















Pada suatu sore yang cerah setelah mandi dan rapi, dari dalam rumah Qia melihat ke arah luar. Dia melihat beberapa anak tetangga sedang bermain. Tiba-tiba dia berkata,
"Mbak Ika kan perempuan, kok gak pake kerudung? Ibunya juga gak pake kerudung? Mbak Dina juga gak pake kerudung, ibunya gak pake kerudung?"

Mendengar perkataannya sejenak aku terdiam. Rupanya dia sedang melihat fenomena yang terjadi di luar rumah dengan yang selama ini kami ajarkan di rumah bertentangan satu sama lain. Selama ini kami (aku dan suami) menekankan bahwa perempuan harus pake kerudung. Yang tidak pake kerudung adalah laki-laki. Dari perkataannya yang polos, aku segera menebak bahwa dia sedang berpikir adanya pola contoh atau figur dari ibu ke anak.

Setelah berpikir-pikir sejenak, akhirnya aku berkata, "Mbak Dea juga gak pake kerudung, ibunya gak pake kerudung. Mbak Tina gak pake kerudung, ibunya juga gak pake kerudung. Tapi Qia ikut bunda aja, ya. Bunda pake kerudung, Qia pake kerudung...."

Semenjak kejadian itu, ketika akan keluar rumah Qia tak lupa memakai kerudung. Karena dia melihat aku sebagai ibunya juga selalu memakai kerudung jika keluar rumah. Tak sadar kita sebagai orang tua adalah figur pertama yang dijadikan anak sebagai panutan untuk bertingkah laku.

Terima kasih kepada Qia yang telah percaya kepada Bunda...

(Semua nama telah disamarkan)

Rabu, 11 November 2009

Sekolah Pertama (1)







Terasa ada jarak yang jauh antara harapan kita dengan realitas pendidikan yang ada.

SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) yang dianggap banyak orang sebagai alternatif solusi tidak sanggup menampung anak-anak kita yang grafik pertumbuhannya cukup menakjubkan. SDIT itu sendiri mengeluh kekurangan dana karena sistem pendidikan ideal butuh dana besar, sementara rata-rata orangtua siswa (yaitu kita sendiri) berstatus ekonomi lemah alias sulit membayar harga tinggi. Sebab yang bisa membuat sekolah ideal dengan harga murah hanya pemerintah.

Segera saja terlihat tarik menarik yang kurang sedap antara harapan dan kenyataan. Dan di tengah tarik menarik itu berdirilah makhluk lain yang kita sebut : kemampuan.

Sementara itu, kita juga mendengar keluhan dari ibu rumahtangga, yaitu itri-istri kita, yang merasa tidak mendapat peluang memadai untuk mengembangkan diri, baik secara formal maupun nonformal.

Dua hal yang segera terekam dalam benak kita.

Pertama, pada umumnya kita sangat banyak menggantungkan proses belajar, baik anak-anak maupun istri kita, bahkan kita sendiri, pada institusi pendidikan formal atau melalui proses pembelajaran kolektif. Ini melahirkan kesan, bahwa proses belajar harus selalu kolektif dan selalu menuntut harga mahal karena terselenggara dalam institusi.

Kedua, semangat melahirkan banyak anak yang dianjurkan Rasulullah saw serta semangat mendapatkan pendidikan ideal tidak berjalan seimbang dengan semangat berusaha dan berekonomi. Kecenderungan terhadap solusi pembiayaan pendidikan melalui mekanisme donasi, subsidi silang, atau tuntutan biaya murah, sebenarnya semakin memperkuat asumsi lemahnya semangat berusaha di kalangan kita.

Sebagai sebuah arus sosial, kedua kecenderungan tadi tidak akan membantu menampilkan wajah sosial Islam dengan cara yang mempesona dan menarik untuk diteladani. Saya tentu saja tidak sedang menggugat semangat takaful sebagai suatu piranti sistem sosial Islam. Tapi yang utama ingin saya soroti adalah mentalitas kita dalam proses berislam, bahwa ada ketidakseimbangan antara semangat sosial dengan semangat ekonomi kita; bahwa ada ketidakseimbangan antara pengkondisian yang mendorong kita cepat menikah dan memiliki banyak anak serta obsesi pendidikan ideal untuk melahirkan Generasi Rabbani, dengan tarbiyah iqtishadiyah (ekonomi) yang kita peroleh.

Adanya donatur dan subsidi silang sebagai bentuk takaful tentu saja baik, keterampilan entrepreneurship tentu juga jauh lebih baik daripada keterampilan mencari donatur. Nikah cepat dan punya anak banyak jelas-jelas merupakan sunnah Rasulullah saw, tapi membuat kemampuan-kemampuan kita setara dengan tingkat tanggungjawab kita adalah sunnah yang jauh lebih penting. Bukankah berislam seperti yang kita peragakan dan secara perlahan membentuk wajah sosial kita, dengan cara begini, membuat Islam tampak terpenggal-penggal dan sama sekali tidak menarik ?

Minggu, 01 November 2009

Sudah Tiga Tahun


Sudah 3 tahun, hari-hari kita lewati...
Sudah 3 tahun, hari-hari kita jalani...
Sudah 3 tahun, hari-hari diisi dengan tangisan, teriakan, keluhan,...
Sudah 3 tahun, pikiran tenaga dicurahkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya...
Sudah 3 tahun pula ada kau di sisi kami

Awal memandikanmu hingga sekarang...
Awal menidurkanmu hingga sekarang...
Mengajakmu bermain hingga sekarang...
Berjalan masuk gang keluar gang...
Hingga sekarang berkeliling komplek rumah...
Hingga kau jadi gadis kecil yang cantik dan lucu...
Hingga kau punya adik yang lucu
Dan kau bermain bersamanya...

Walau kadang kau mengesalkan...
Kau tetap mengisi hati kami...
Di sini di lubuk hati kami yang terdalam...
Ada cinta dan sayang selalu untukmu...

Selamat Ulang Tahun anakku sayang...
Maafkan bundamu yang selalu ada kekurangan dalam mendampingimu...

Untuk Qia, semoga selalu barokah dalam menjalani hari
Tgl 31 Oktober 2009 umur yang ke3 tahun...

Written by Wiwik Hidayati
Pasirlayung Asri E4, Padasuka, Bandung
Senin,2 November 2009. Pukul 2:47

Rabu, 21 Oktober 2009

Beginilah Nasib Warga Palestina di Pengungsian

Di negeri sendiri warga Palestina teraniaya oleh penjajahan Zionis, di pengungsian nasib mereka juga memprihatinkan. Banyak warga Palestina yang meninggal dunia di kamp-kamp pengungsian karena kondisi pengungsian yang buruk dan tidak layak sebagai tempat hidup.

Seorang perempuan Palestina bernama Suad Abdul Qadir Al-Hallaq dikabarkan meninggal dunia hari Kamis (9/7) di kamp pengungsian Al-Waleed yang terletak di dekat perbatasan Irak-Suriah. Pada Jumat pekan sebelumnya, pengungsi Palestina bernama Shihada Mohammad Abu Hamad juga meninggal dunia di kamp pengungsi yang sama.

Keduanya meninggal karena sebab yang sama, kondisi kesehatan yang buruk dan tidak segera mendapatkan perawatan medis yang layak. Abu Hamad tak tertolong nyawanya karena terlambat mendapatkan perawatan medis dan terbatasnya peralatan kesehatan di klinik yang tersedia di kamp pengungsian Al-Waleed. Sedangkan Suad Abdul Qadir meninggal dunia karena kondisi kesehatannya menurun tajam saat mengantri bersama ratusan pengungsi lainnya di perbatasan Irak-Suriah. Suad, yang sebelumnya menjadi pengungsi di Irak meninggalkan Negeri 1001 malam itu karena situasi keamanan di Irak.

Menurut organisasi Palestinian Union for Palestinian Refugees, sedikitnya ada 1.600 pengungsi Palestina di kamp pengungsian Al-Waleed. Sebagian dari mereka sudah diungsikan ke berbagai negara antara lain Swedia, Norwegia dan AS. Bulan Agustus besok, sebanyak 39 pengungsi rencananya akan diimigrasikan ke Sudan.

Palestinian Right to Return Coalition menyebutkan, sebelum invasi AS ke Irak, terdapat 34.000 pengungsi Palestina di Irak. Setelah AS menjajah Irak, banyak pengungsi Palestina yang mengalami pelecehan, menghadapi ancaman deportasi, ditangkap tanpa tuduhan yang jelas, diculik, disiksa dan dibunuh sehingga mereka banyak yang ingin pindah mengungsi ke negara lain.

Para pengungsi Palestina itu menuju ke negara terdekat dengan Irak yaitu Suriah dan Yordania. Tapi banyak para pengungsi Palestina yang kesulitan masuk ke kedua negara tersebut karena masalah ijin dan hanya bisa menunggu di perbatasan.

Saat ini, para pengungsi Palestina tersebar di beberapa kamp pengungsi di sekitar Irak, Suriah dan Yordania. Kamp-kamp pengungsi itu antara lain;

1. Kamp pengungsi Al-Hol, di wilayah Suriah yang berbatasan dengan Irak. Kamp pengungsi ini awalnya didirikan oleh badan pengungsi PBB, UNHCR pada tahun 1991 untuk menampung warga Irak yang mengungsi akibat penindasan pasca Perang Teluk. Sekarang, kamp pengungsi ini menampung sekitar 305 orang Palestina dan status hukum kamp pengungsi ini tidak jelas di bawah tanggung jawab siapa.

2. Kamp pengungsi Al-Tanaf, berlokasi di wilayah tak berpenghuni di perbatasan Suriah. Di kamp ini terdapat 340 orang pengungsi Palestina yang sudah menetap sejak Mei 2006. Belakangan, jumlah pengungsi Palestina di kamp ini bertambah menjadi 437 orang setelah otoritas pemerintah Suriah menempatkan 97 warga Palestina baru yang berasal dari Irak ke kamp tersebut, karena dianggap telah memalsukan dokumen saat masuk ke Suriah.

Kamp pengungsi ini tidak memiliki fasilitas klinik kesehatan, padahal 10 persen dari jumlah pengungsi membutuhkan perawatan medis. PBB sama sekali tidak memberikan bantuan pada kamp pengungsi ini. Para pengungsi selama ini diurus oleh organisasi-organisasi kemanusiaan lokal.

3. Kamp pengungsi Al-Walee, berlokasi di wilayah Irak yang berbatasan dengan negara Suriah. Kamp pengungsi ini dibangun pada Desember, 2006 dan sekarang menampung sekitar 1.560 pengungsi Palestina. Kamp pengungsi Al-Waleed terletak di kawasan pedalaman dan tak seberapa jauh dari kamp pengungsi Al-Tanaf. Organisasi lokal dan Palang Merah Internasional serta UNHCR membantu memberikan kebutuhan para pengungsi seperti selimut, tenda, makanan dan kebutuhan lainnya.

4. Kamp pengungsi Al-Ruweished, terletak di wilayah Yordania sekitar 70 kilometer jaraknya dari perbatasan dengan negara Irak. Kamp pengungsi ini dibangun pada tahun 2003 dan menampung bukan hanya pengungsi Palestina, tapi juga warga Irak, warga kurdi Iran dan warga Somalia yang mengungsi karena kondisi di negaranya masing-masing.

Sebagian besar para pengungsi di kamp ini, yang bukan pengungsi Palestina, bisa berimigrasi ke negara lainnya seperti Australia, Kanada, Denmark, Selandia Baru, Swedia dan AS dengan proses yang cepat. Berbeda dengan pengungsi Palestina yang sulit mendapatkan akses untuk dipindahkan ke negara lain, bahkan ada 148 pengungsi Palestina yang sudah menunggu lebih dari empat tahun di kamp pengungsi Al-Ruweished tapi belum juga diungsikan ke salah satu negara tersebut. Sebagian mereka akhirnya mendapatkan suaka dari negara Kanada dan Brazil. Sumber : www.eramuslim.com

Sabtu, 10 Oktober 2009

Si Kecil takut Neraka





Sebuah riwayat menyatakan bahwa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai, ketika berjalan-jalan, dia mendapati seorang anak kecil sedang mengambil wudhu' sambil menangis.
Dia pun berkata, "Wahai anak kecil kenapa kamu menangis?"
Maka berkata anak kecil itu, "Wahai bapak, saya telah membaca ayat al-Qur'an sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum" yang bermakna " Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu." Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka."

Berkata orang tua itu, "Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalm api neraka."
Berkata anak kecil itu, "Wahai bapak, bapak adalah orang yang berakal, tidakkah bapak lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali mereka akan letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa."

Berkata orang tua itu, sambil menangis, "Sesungguh anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa maka bagaimanakah keadaan kami nanti?"

Rabu, 07 Oktober 2009

Perbandingan Gempa Padang, Bengkulu dan Jogja

Membandingkan tiga gempa yang menelan korban manusia ini mungkin dapat memberikan pembelajaran tersendiri. Ketiga gempa ini terjadi dalam waktu yang tidak cukup jauh jedanya, hampir semuamasih dalam ingatan kita.
  • Gempa Jogja (M6.3) Sabtu, Mei 27, 2006 jam 5:53:58 pagi
  • Gempa Padang (M6,4) Selasa, Maret 6, 2007 jam 10:49:39 pagi
  • Gempa Bengkulu (M8.4) Rabo, September 12, 2007 at 06:10:26 sore

Sebenarnya ada juga gempa yang menelan korban di Selatan Jawa (Pangandaran) tetapi itu karena tsunami bukan akibat getarannya. Nah, kali ini kita lihat saja bagaimana getaran-getaran gempa itu berperilaku.

:( “Maksudte perilaku gempa itu apa ada gempa yang nakal gitu ya, pakdhe ?”
:D “Ya koyo kowe, nyekithis ngono kuwi. :P Yang lebih penting lagi adalah mengenali bagaimana gempa itu dapat mempengaruhi bangunan yang kita tempati thole”

Peta-peta gempa ini kalau dijejer-jejer akan mudah diketahui bagaimana penyebarannya, dan bagaimana polah tingkahnya.

padang-bengkulu-jogja.jpg

Gambar di atas ini memperlihatkan peta-peta yang membandingkan bagaimana getaran-getaran gempa ini menyebar di daratan. Gempa Bengkulu sebenarnya menyebar tetapi karena ini menggambarkan daratan maka getaran di pusat gempa (episenter) tidak digambarkan. Terlihat gempa Padang dan gempa Bengkulu memiliki kedalaman 30 Km. Sedangkan gempa Jogja hanya pada kedalaman 17.1 Km, sangat dangkal sekali. Energi gempa di Jogja ini terlihat terpusat. Lihat skala pembanding masing-masing peta ini tidaklah sama. Sehingga sangat terlihat bahwa getaran gempa jogja sangat terpusat pada tempat yang sangat sempit. Hal ini juga merupakan hal yang unik bagi ahli gempa seperti kata Pak Irwan yang menunjukkan bahwa lamanya gempa jogja yang hanya M6.3 ini dapat terekam hingga hampir 1 menit goyangannya, padahal biasanya gempa sebesar itu hanya terasa selama 20-30 detik saja.

figure-irwan.jpgPenjelasan mengapa gempa Jogja yang bergetar cukup lama ini memang karena adanya bounced wave, atau pantulan getaran-getaran gempa seperti yang digambarkan disebelah ini. Hal inipula yang dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa penyebaran getaran gempa Jogja tidak menyebar ke seluruh penjuru dibandingkan dengan gempa Bengkulu dibawah ini.

padang-bengkulu-jogja-2.jpg

Getaran gempa Bengkulu menyebar jauuuh sekali, bahkan dilaporkan terasa hingga berjarak kira-kira 1000 Km (lihat gambar diatas). Sedangkan gempa Padang menyebar relatif lebih ke utara (Timur Laut). Penjalaran gelombang pada batuan keras juga terlihat pada gempa-gempa ini. Gempa bengkulu yang pusat hiposenternya pada kedalaman 30 Km (tentunya pada batuan yang sangat keras/Basement) sehingga relatif menyebar sangat jauh, karena kekuatannya juga yang sangat besar (M8.4). Gempa Jogja menyebar ke arah timur karena batuan kerasnya berada di sebelah timur dari pusat gempa. Sedangkan ke arah barat gelombang gelmpa Jogja terpantul-pantul hingga menyebabkan kerusakan hebat.

Korban pada gempa Jogja tercatat paling besar dengan jumlah lebih dari 5000 orang yang meninggal. Hal ini memang karena lokasinya pada tempat yang padat penduduknya. Lihat lingkaran-lingkaran itu menunjukkan banyaknya populasi di lokasi itu. Selain itu bangunan-bangunan di Jogja dan sekitarnya sudah banyak yang menggunakan konstruksi batu dibandingkan rumah-rumah di Bengkulu maupun di Padang. Konstruksi bangunan kayu memang lebih rentan terhadap gempa. Namun ciri bangunan moderen saat ni justru lebih banyak yang terusun oleh bahan bangunan yang keras (batu bata). Jadi seperti pepatah yang ditulis sebelumnya bahwa gempa itu tidak membunuh manusia, tapi bangunan yang buruklah yang melakukannya. Earthquake did not kill people, the bad building did it

Apakah sebaiknya membangun dengan bahan kayu ?

Pertanyaan ini tidaklah mudah dijawab. Bangunan kayu tentusaja saat ini menjadi mahal. Apalagi banyak ahli lingkungan yang akan menentang penebangan pohon-pohon yang menjadi pembersih uadara dan paru-paru dunia. Pembangunan bangunan konstruksi batu dengan penguatan tahan gempalah yang harus disosialisasikan di daerah rawan gempa ini.

:( “Trus nopo sing harus yang dipelajari, Pakdhe ?”

Jadi dari sini diambil beberapa pelajaran mengenai efek-efek gempa terhadap kehidupan manusia. Salah satunya bahwa gempa-gempa di Jawa yang disebabkan oleh patahan-patahan dangkal akan lebih mengkhawatirkan katimbang gempa-gempa di Sumatra. Patahan-patahan yang berbahaya di Jawa yang aktif ini banyak tertutup oleh endapan muda, atau berimpitan dengan endapan muda yang berpotensi untuk memantul atau amplifikasi getaran gempa. Amplifikasi ini sangat berbahaya dan mungkin akan sangat bersifat merusak.

Penelitian patahan-patahan di Jawa tentunya sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui “kematangan” -nya. Sehingga antisipasi kemungkinan “bangun“-nya potensi-potensi gempa ini dapat diketahui dengan lebih pasti. Namun bukan berarti bahwa meneliti patahan-patahan lain tidak diperlukan tentusaja.

(www.rovicky.multiply.com)

Membeli Cinta Anak

Oleh : M. Ihsan Abdul Djalil

Anda pernah dapat hadiah? Saya rasa semua orang pernah terima hadiah. Bisa dari bos, orang tua, istri atau suami, teman baik, atau dari siapa saja. Tapi hadiah yang saya terima kali ini sungguh luar biasa. Mungkin ini akan menjadi yang terindah dalam hidup saya.
Malam itu saya baru datang dari luar kota. Seperti biasa, begitu masuk garasi, anak-anak menyambut dengan heboh. Tiba-tiba Faris (anak kedua, sekarang kelas 1 SD) mendekat, “Ayah, aku ada hadiah buat ayah”.
“Oh ya, apa mas?”. Penasaran.

Faris berlari masuk rumah dan sebentar kemudian menyodorkan selembar kertas.
“Wah, mas, ini bagus sekali. Mas Faris yang membuatnya?”
“Iya, soalnya aku kangen. Terus aku buat kreasi untuk ayah”.
“Hebat kamu mas, terima kasih ya”.
Sambil memasuki rumah, saya pandangin terus lukisan pemberian Faris. Temanya laut. Ikan dan tumbuhannya dibuat dari kertas, digunting, lalu ditempelkan dengan lem untuk membuat kesan timbul. Hmm.. anakku kangen? Padahal saya keluar kota hanya nginap semalam.
Pojok kiri atas Faris menulis, “Dari Faris Untuk Ayah”. WOW
Sementara anak-anak lain di luar kamar, Faris terus membuntuti. Kelihatan sekali dia lagi kangen berat. “Mas, napa sih kamu kangen sama ayah?”.
Faris terus lengket menggandeng saya, “Soalnya enak kalau ada ayah. Ada yang ajak main”.
Main? Di rumah ada 3 saudaranya, ada ibunya juga. Tiap hari juga main, tapi kangen saya karena menjadi teman mainnya? Begitulah cinta anak. Tak bisa kita membelinya dengan uang, pakaian, atau hadiah paling mahal sekalipun. Anak menerjemahkan cinta orang tua berdasar waktu berkualitas yang kita berikan. Kalau kita terus sibuk, tak pernah ada waktu bersama, mereka mengartikan kita sedang tak mencintainya. Anak butuh waktu kita. Dan itulah pemberian saya yang membuat Faris jatuh cinta.

Saya masih ingat pagi dimana saya sengaja mengalah saat badminton dengan skor tipis: 21-19. Faris dengan bangga menceritakan kemenangannya itu ke semua penghuni rumah. Kakak adiknya, ibunya, semua dikabari, “Aku tadi bisa ngalahkan ayah”. Gubrakkss… “Iya nih, Faris tambah hebat sekarang. Masa ayah bisa kalah”, saya sengaja nambahin karena kakak adiknya terkesan tak percaya. Lha masa belum genap 7 tahun bisa ngalahkan ayahnya. Hil yang mustahal, hehe..

Begitulah saya “membeli” cinta anak. Bukan dengan uang. Hanya waktu. Mainan robot mahal dari saya sekarang hanya ditaruh di kamarnya. Saat menerima memang dia terlihat senang, lalu dilupakan begitu saja. Tapi 20 menit badminton sehabis subuh, membuat saya begitu dirindukannya. Dan ketika anak lelaki sudah mencintai figur ayahnya, saya menjadi sangat powerful di hadapan dia. Saya bisa meminta dia melakukan apapun yang saya ingin dia melakukannya. Karena cinta.

Catatan:

Lukisan indah tersebut sekarang jadi wallpaper laptop saya, sebagai reminder, sesibuk apapun saya harus luangkan waktu untuk anak, karena itulah wujud cinta kita, dan dia sangat membutuhkannya.


(www.baitijannati.wordpress.com)