Rabu, 07 Oktober 2009

Membeli Cinta Anak

Oleh : M. Ihsan Abdul Djalil

Anda pernah dapat hadiah? Saya rasa semua orang pernah terima hadiah. Bisa dari bos, orang tua, istri atau suami, teman baik, atau dari siapa saja. Tapi hadiah yang saya terima kali ini sungguh luar biasa. Mungkin ini akan menjadi yang terindah dalam hidup saya.
Malam itu saya baru datang dari luar kota. Seperti biasa, begitu masuk garasi, anak-anak menyambut dengan heboh. Tiba-tiba Faris (anak kedua, sekarang kelas 1 SD) mendekat, “Ayah, aku ada hadiah buat ayah”.
“Oh ya, apa mas?”. Penasaran.

Faris berlari masuk rumah dan sebentar kemudian menyodorkan selembar kertas.
“Wah, mas, ini bagus sekali. Mas Faris yang membuatnya?”
“Iya, soalnya aku kangen. Terus aku buat kreasi untuk ayah”.
“Hebat kamu mas, terima kasih ya”.
Sambil memasuki rumah, saya pandangin terus lukisan pemberian Faris. Temanya laut. Ikan dan tumbuhannya dibuat dari kertas, digunting, lalu ditempelkan dengan lem untuk membuat kesan timbul. Hmm.. anakku kangen? Padahal saya keluar kota hanya nginap semalam.
Pojok kiri atas Faris menulis, “Dari Faris Untuk Ayah”. WOW
Sementara anak-anak lain di luar kamar, Faris terus membuntuti. Kelihatan sekali dia lagi kangen berat. “Mas, napa sih kamu kangen sama ayah?”.
Faris terus lengket menggandeng saya, “Soalnya enak kalau ada ayah. Ada yang ajak main”.
Main? Di rumah ada 3 saudaranya, ada ibunya juga. Tiap hari juga main, tapi kangen saya karena menjadi teman mainnya? Begitulah cinta anak. Tak bisa kita membelinya dengan uang, pakaian, atau hadiah paling mahal sekalipun. Anak menerjemahkan cinta orang tua berdasar waktu berkualitas yang kita berikan. Kalau kita terus sibuk, tak pernah ada waktu bersama, mereka mengartikan kita sedang tak mencintainya. Anak butuh waktu kita. Dan itulah pemberian saya yang membuat Faris jatuh cinta.

Saya masih ingat pagi dimana saya sengaja mengalah saat badminton dengan skor tipis: 21-19. Faris dengan bangga menceritakan kemenangannya itu ke semua penghuni rumah. Kakak adiknya, ibunya, semua dikabari, “Aku tadi bisa ngalahkan ayah”. Gubrakkss… “Iya nih, Faris tambah hebat sekarang. Masa ayah bisa kalah”, saya sengaja nambahin karena kakak adiknya terkesan tak percaya. Lha masa belum genap 7 tahun bisa ngalahkan ayahnya. Hil yang mustahal, hehe..

Begitulah saya “membeli” cinta anak. Bukan dengan uang. Hanya waktu. Mainan robot mahal dari saya sekarang hanya ditaruh di kamarnya. Saat menerima memang dia terlihat senang, lalu dilupakan begitu saja. Tapi 20 menit badminton sehabis subuh, membuat saya begitu dirindukannya. Dan ketika anak lelaki sudah mencintai figur ayahnya, saya menjadi sangat powerful di hadapan dia. Saya bisa meminta dia melakukan apapun yang saya ingin dia melakukannya. Karena cinta.

Catatan:

Lukisan indah tersebut sekarang jadi wallpaper laptop saya, sebagai reminder, sesibuk apapun saya harus luangkan waktu untuk anak, karena itulah wujud cinta kita, dan dia sangat membutuhkannya.


(www.baitijannati.wordpress.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar