Rabu, 07 Desember 2011

Asal Adek Bayi










Ini adalah percakapan terhebat dengan Qia (5 tahun). Saat itu jelang tidur,
Qia sambil berbaring bermain-main dengan Akmal adiknya yg baru usia 10 bulan.

Qia     : "Bunda, gimana sih kok bisa ada bayi? Qia gak tahu."
Bunda : "Maksudnya?"
Qia      : "Iya, Akmal kan dulu gak ada. Cuma ada Qia dan Bagas. Kok skr kenapa bisa ada Akmal?
              Gimana sih bisa ada bayi?"
Bunda  : "Ooooo...itu. Gini, ya. Mulanya Ayah dan Bunda menikah. Trus Bunda sama Ayah berdoa ke 
              Allah, supaya Bunda sama Ayah diberi anak bayi. Trus..('sempet bingung). Qia ingat kan pernah
              dibacain buku Tuan Sperma dan Nyonya Ovum?"
Qia      : "O iya iya. Qia ingat! Yang Tuan Sperma dan Nyonya Ovum bertemu itu, ya?"
              (sebelumnya Qia udah sering dibacain buku 'Aku tahu Asal Muasalku')
Bunda : "Iya. Nah, setelah ketemu terus jadi satu telur.Trus, telur tadi sama Allah ditaruh dalam perut Bunda.
             Di dalam perut, telur yg jadi satu itu jadi besar dan besar, trus lahir deh adek bayi."
Qia     : "Oooo...jadi nanti di dalam perut Bunda, telinga keluar, hidung, mata, tangan,
             kaki semuanya    keluar.Jadi bayi."
Bunda : "Iya, betull."
Qia      : "Trus, nanti telurnya menetas. Trus keluar deh dari perut, adek bayi."
Bunda  : "Eit..eit..gimana kok bisa ada menetas segala? Maksudnya apa nih?
             (sambil memandang Akmal, masak bayi selucu ini ditetaskan kayak ayam?)
               Maksud Qia, Akmal keluar dari telur?"
Qia       : "Iya."
Bunda   : "Kayak ayam, dong." (sambil memandang tak tega ke Akmal)
Qia tertawa.

Bunda  : "Maksud Qia, Akmal keluar dari telur waktu masih di dalam perut Bunda
              atau di luar perut  Bunda?"
Qia      : "Di dalam perut Bunda, Akmal keluar dari telurnya! Trus dilahirkan!"
Bunda  : "Ooooo...kirain. Enggak Qia. Dari telur itu tumbuh telinga, mata, hidung, kaki, tangan,
              dan  lain-lain.Jadi gak seperti ayam yang ada dalam telur. Jadi di sini telurnya langsung
              berkembang jadi bayi. (Bingung juga, ya? Masak mau pake kata embrio, zigot?)
              Jadi Akmal tidak di dalam telur seperti ayam waktu dalam perut Bunda."
Qia       : "Oooo..jadi langsung, ya?"
Bunda    : "Iya. Masak Akmal yang lucu ini di dalam telur? Menetas lagi? Untung aja menetasnya
                masih  dalam perut Bunda.Kalo menetasnya di luar perut Bunda,
                berarti Bunda jadinya bertelur dongg...bukan   melahirkan!" 
Qia      : "Ha ha ha ha ha ha!" (Tawa Qia meledak dijawab oleh Akmal dengan bahasa bayinya yang lucu,
              ah uh ah uh!)

Percakapan malam itu begitu berkesan. Senangnya hati ini bisa menjawab keingintahuan anak tanpa harus berbohong.

Senin, 18 Juli 2011

Mendidik Anak














Mendidik anak memang susah gampang. Tak mungkin jadi dalam sehari, semua perlu waktu, semua perlu proses. Paling menyebalkan kalau kita sudah susah-susah mendidik anak dalam kebiasaan baik misalnya. Tiba-tiba karena sering main dengan kawan-kawannya, atau bahkan tidak sering main tapi kata-kata yang keluar dalam hal berkomunikasi menjadi dalam sekejap sangat berbekas di memori dan kebiasaan anak.

Misalnya dalam hal menanamkan kebiasaan baik. Anak dilarang bermain dengan berdiri di atas meja makan misalnya. Kalau anak sendiri, kita bisa langsung tegur. Kadang anak juga tidak merasa terima jika kawannya melakukan itu. Anak sendiri dilarang, tapi kawannya tidak dilarang walaupun di rumah kawan si anak sendiri. Kita hanya bisa menasihati anak kita, bahwa mereka tidak boleh melakukan itu. Yang paling repot, jika kawan anak kita melakukan hal tersebut di rumah kita sendiri. Walah, walah, walah....

Di sinilah pentingnya tarbiyatul aulad. Pendidikan anak tidak mengenal anak kita dan anak orang lain. Jadi untuk memudahkan, anggaplah kawan anak kita adalah anak kita juga. Jadi kita sebagai orang tua tidak akan sungkan-sungkan menegur dan meluruskan kawan anak kita jika mereka berbuat salah. Hal ini juga bisa menjadi pembelajaran pada anak kita sendiri, bahwa kita sebagai orang tua bersungguh-sungguh menerapkan kebiasaan baik. Dan yang paling penting anak kita sendiri akan merasakan adanya kesamaan ('keadilan') dalam mendidik....

*Thx, Teh Yuni, yang beberapa tahun lalu mengungkapkan tentang tarbiyatul aulad.
Buat Qia dan Bagas, teruslah bercerita apa-apa yang terjadi pada kalian...

Selasa, 08 Maret 2011

Melihat Akmal





Menulis tulisan ini sambil melihat Akmal. Bayiku yang baru berusia satu bulan. Anak ketigaku ini kalau dilihat sekilas mirip dengan Qia saat masih bayi. Walaupun Qia itu perempuan dan Akmal laki-laki. Sedangkan kalau dilihat lebih seksama, ada juga kemiripan dari Bagas. Mulut dan hidungnya mirip banget dengan Bagas. Apalagi kebiasaan yang selalu menarik bibirnya ke bawah apabila merasa 'tersinggung':D. Malam ini aku belum bisa tidur, karena sedang menunggu Akmal ngompol dan akan diganti dengan diaper, baru aku mau tidur.

Lucu sekali Akmal ini. Melihat Akmal serasa tak percaya. Anak sekecil itu bisa membesar seperti kakak-kakaknya yang lincah, banyak gerak, banyak ngomong, dan tak bisa diam itu. Apalagi Akmal memakai baju bayi yang pernah dipakai oleh 2 kakaknya Qia dan Bagas yang sekarang sudah membesar itu. Baju bayi tetap kecil, tapi yang memakai membesar. Rasanya tak percaya Qia yang 4 tahun, dan Bagas yang 2 tahun pernah memakai baju yang dipakai Akmal. Baju tiga generasi kata Bapakku. Dan kadang tak percaya juga, benarkah Qia dan Bagas pernah memakai baju yang sekarang dipakai Akmal:D. Karena Qia dan Bagas betul-betul anak-anak yang luar biasa. Lincah yang butuh ekstra kesabaran karena 'kekreatifan' mereka selama beraktivitas sepanjang hari. Qia dan Bagas yang super lincah, dulu kecil seperti Akmal.

Saat ada Akmal, rasanya seperti baru punya bayi. Padahal dia adalah anak ketiga. Benar, melihat Akmal rasanya seperti kembali ke jaman saat Qia masih bayi. Entah kenapa. Padahal saat baru ada Bagas rasa itu tidak ada. Saat baru ada Bagas, yang dirasakan adalah di rumah ada lebih dari satu batita yang harus diurus. Dan pengalaman punya anak lebih dari satu itulah yang dirasakan saat ada Bagas. Saat dimana mengasuh anak tak ada henti-hentinya. Huaaahhh..Rasa Akmal adalah seperti anak pertama mungkin terjadi karena aku sudah lupa bahwa aku pernah punya bayi. Mungkin juga waktuku terlalu disibukkan oleh kedua kakaknya yang lincah, yang sudah sibuk berlari kesana kemari sehingga aku jadi lupa bahwa Qia dan Bagas juga dulu adalah bayi. Qia dan Bagas dulu juga bayi yang lucu seperti Akmal.

Sepertinya yang merasakan itu bukan aku saja. Tapi Bapak Ibu juga. Yah mungkin sebabnya sama kali, yaa..Whatever kami senang ada Akmal. Qia dan Bagas juga sayang dan senang terhadap Akmal. Rumah jadi semakin ramai, walau kadang kepalaku jadi pusing karena ulah mereka. Semoga Bunda tetap bisa mendampingi kalian tumbuh yaaa anak-anakku sayangg....


by Wiwik Hidayati
Rabu, 09 Maret 2011 pukul 00.17
Sambil melihat Akmal dan dia belum ngompol juga...