Senin, 16 November 2009

Sekolah Pertama (2)



















Saya kira kita perlu membuat pola solusi dengan dua bentuk ; solusi strategis dan solusi teknis.

Ini mengantar kita untuk mencoba mengajukan pertanyaan ; institusi apa saja yang sebenarnya terlibat dalam proses pendidikan ?

Kita akan bertemu dengan institusi : keluarga, sekolah, masyarakat, organisasi, media masa, dan lingkungan kerja.

Pada usia pendidikan dasar dan menengah, antara usia 0 sampai 18 tahun, sebenarnya institusi keluarga dan sekolah yang sangat dominan dalam proses pendidikan anak. Ini jika dominasi itu diukur dari segi prosentase penggunaan waktu pada masing-masing institusi.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya anak-anak kita hanya menghabiskan 14% waktunya disekolah dan manghabiskan 86% sisanya dirumah. Angka ini tentu saja tidak absolut. Sebab dua institusi lain, yaitu organisasi dan media massa, masing-masing terjadi dirumah dan di sekolah. Misalnya, orang bisa membaca majalah atau koran dan menonton film dibioskop. Atau seorang anak menjadi anggota club olahraga, kesenian, kelompok belajar atau geng tertentu.

Sementara lingkungan kerja belum efektif dalam usia tersebut, sedang lingkungan masyarakat biasanya masih berskala kecil karena keterbatasan ruang lingkup pergaulan anak. Jadi, lingkungan keluarga masih tetap dominan dibanding institusi lainnya. Saya tidak ingin menafikan peran pendidikan formal dengan perbandingan ini. Tapi saya terutama ingin menggambarkan bahwa ada banyak yang bisa kita lakukan di tengah semua keterbatasan kita. Yaitu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran dirumah kita. Walaupun begitu, saya tetap ingin menegaskan bahwa solusi strategis ada pada peningkatan efektifitas peran pendidikan dari semua institusi pendidikan yang telah saya sebutkan. Saya menamakannya JARINGAN PENDIDIKAN.


Baiklah, kita kembali ke rumah kita dan mencoba melihat seperti apakah suasana pembelajaran itu berlangsung.

Pendidikan dalam definisinya yang paling esensial dan sederhana adalah membentuk manusia. Dalam proses pembentukan manusia, pembelajaran merupakan proses menyerap kebenaran, kebaikan dan keindahan secara sadar dan terus menerus. Dalam definisi inilah maka proses pembelajaran menjadi wajib bagi seorang muslim dan muslimah sejak dari buaian sampai liang lahat.

Disini sebenarnya Islam mengajarkan teori : belajar sepanjang hidup. Tidak ada kata berhenti dalam belajar dan usia manusia tidak boleh dijadikan stasiun yang memisahkan antara belajar dan tidak belajar.

Jabaran lebih jauhnya adalah bahwa kita harus memindahkan suasana sekolah dan perguruan tinggi kedalam rumah kita.

Di dalam rumah kita harus ada tradisi berpikir sehat, serius dan metodologis, harus ada tradisi membaca yang intens dan kontinyu, harus ada tradisi diskusi dan dialog yang terbuka dan intens, Harus ada apresiasi yang terarah terhadap semua karya seni dan bentuk-bentuk keindahan.

Semua anggota keluarga harus menikmati proses pembelajaran itu ; dari ayah, ibu, anak, keluarga lain sampai pembantu. Tapi pada awal dan akhir dari proses pembelajaran itu haruslah selalu terbingkai dalam suasana dan makna ibadah. Tidak boleh hanya suasana spiritual yang dominan, atau hanya suasana ilmiah yang dominan.

Jadi dirumah harus ada masjid dan perguruan tinggi. Anak yang tumbuh dalam suasana itu akan cinta belajar seumur hidup dan akan melihat sekolah sebagai lembaga yang berfungsi sama dengan rumahnya.

Masalahnya adalah, sebagai orang tua, lebih sering mana anak Anda melihat Anda : sedang makan, sedang pergi kemasjid, sedang menonton televisi, atau sedang membaca ?

Sebab ada rumah yang bersuasana restoran, atau masjid, atau pasar, atau binatu, atau perguruan tinggi ?

PILIH YANG MANA ??

(disarikan dari uraian Ust. Anis Matta, Lc.)

1 komentar:

  1. rumah adalah sekolah pertama bagi anak, dan ibu ( semestinya )adalah guru pertama bagi anak. Lalu, bagaimana jika peran seorang ibu digantikan oleh pembantu, hasil tes di atas membuktikan dan membukakan sebuah pertanyaan, ada apa dengan sang ibu? tentunya sang anak mengerjakan tes tersebut dengan dilandasi kejujuran.....mari kita belajar dari anak, meskipun kita adalah guru bagi mereka.....

    BalasHapus