Kisah ini terjadi tahun 1985.
Kenapa aku ingat? Karena aku ingat persis saat itu aku masih kelas 1 SD. Saat
itu adalah saat sepatu plastik dengan hak rada tinggi mirip sepatu ibu-ibu
berwarna merah atau hitam menjadi trend. Aku bilang kepada Ibu, bahwa aku ingin
dibelikan sepatu itu. Maka pada hari Minggu berangkatlah aku bersama Ibu ke
pasar naik becak. Rutinitas mingguan yang biasa ibu lakukan. Sepatu yang aku
inginkan ada di sana. Saat itu belum banyak mal-mal berdiri seperti sekarang.
Sepatu yang aku inginkan itu ada banyak dijual di pasar berbarengan dengan
pedagang sayur. Singkat kata aku memilih sepatu, mencobanya, kemudian Ibu
membayarnya. Setelah Ibu selesai berbelanja kami pun pulang.
Entah kenapa, sesampainya di
rumah ketika aku ingin mencoba sepatu baru dan memamerkannya kepada adikku,
ternyata sepatu merah itu berbeda ukuran. Salah satu dari pasangan sepatu itu
(entah kanan atau kiri, aku lupa) ukurannya kekecilan. Maka Ibu pun menyuruh
aku kembali ke pasar untuk menukarkan kembali sepatu yang kekecilan tersebut.
Kali ini aku ke pasar tidak bersama Ibu. Tapi bersama Bapak. Tidak naik angkot, dan juga tidak naik becak.
Tapi naik sepeda. Sepeda mini sebesar sepeda Qia yang berumur 5 tahun sekarang
(untuk ukuran tubuh Qia, sepeda mini itu terlalu besar). Dengan sadel yang
ditinggikan. Sehingga Bapak bisa dengan nyaman mengayuh sepeda itu. Aku duduk
membonceng di belakang beliau sambil memegang sadel dengan kaki yang agak
ditekuk.
Sampai sekarang aku masih
merasakan sekali rasanya dibonceng waktu itu. Panas tanpa memakai topi,
memandang ke bawah jalanan aspal yang serasa seperti terbang seiring dengan
kayuhan Bapak yang semakin kencang. Sambil memegang sadel tempat duduk Bapak.
Hhh..rasanya aku ingin kembali ke masa itu. Itu adalah salah satu kenangan
terindah dalam hidupku. Aku sudah menceritakan pengalaman masa kecil ini kepada
Qia dan Bagas. Ternyata mereka sangat menyukainya:).
Aku tak tahu, mungkin cerita ini terdengar biasa saja, tapi sungguh aku
terkesan dan mereka terkesan juga. Aku mungkin tak bisa membonceng Qia dan
Bagas dengan sepeda di sini. Karena keadaan tak memungkinkan. Dengan kondisi
tanah yang naik turun, mungkin aku hanya bisa membonceng mereka dengan motor.
Semoga saat mudik nanti aku bisa membonceng mereka berdua dengan sepeda. Sambil
mengenang, aku juga dulu pernah diperlakukan demikian:).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar